Arsip Kategori: My Life

Menua Sebelum Waktunya

Hari itu, Jum’at yang biasa-biasa saja.

Saya berangkat ke Kantor Agraris yang depannya ada pohon mangganya itu, kasih makan kucing, ganti air minumnya dia, say hae sama Pak Yo tetangga sebelah yang jualan bakso, ngeteng rokok di warung sebelahnya lagi, dan seterusnya dan seterusnya. Semua tampak biasa-biasa saja, sampai kira kira sehabis ashar. Entah kenapa tiba-tiba pandangan menggelap, suara meong si bayi kucing kumpeni memelan. Dan sayapun memutuskan untuk pulang.

Nganggo leren buos!

Macam begitulah bercandaan teman-teman saya kalau ada yang terlalu sibuk. Tak kurang dari Iqbal Rasarab dan Rifqi Merembablas sudah kena becandaan ini. Dan ironisnya, saya adalah salah satu yang sering ngejeki mereka supaya nganggo leren. Yang kurang lebihnya dalam bahasa Indonesia bisa diartikan. Jangan terlalu sibuk, istirahatlah sebentar.

Lhakok malah sekarang saya yang kena? Padahal saya ndak sibuk-sibuk amat. load kerjaan hampir bisa dibilang selow, tapi kok ya bisa sampai segitunya. Mungkin karena pikiran saya banyak, mesti akrobat otak dan hati melawan keadaan yang tampaknya kurang bersahabat bagi saya akhir-akhir ini, atau mungkin sesuai judul tulisan ini, saya menua sebelum waktunya.

Kini, dua hari setelah dipaksa leren itu, saya masih menolak buat dibawa ke fasilitas kesehatan apapun. Takut soal biaya? Itu satu hal, meskipun ada penemuan manusia bernama asuransi, saya masih belum sepenuhnya percaya asuransi. Belum percaya kalau mereka mau ganti pengeluaran saya tanpa alasan-alasan yang funky. Hal lain adalah, saya takut ketahuan penyakitnya :mrgreen:

Berita bagusnya, hari ini saya sudah mendingan, buktinya sa sudah bisa nulis blog nan tidak penting ini, meski dengan sangat terpaksa saya masih mengacuhkan Email, Telepon, SMS, juga Whatsapp dan ber IM IM lainnya. Padahal sa masih punya utang tanggungan ke beberapa orang, seperti ke Mas Wisnu misalnya, yang saya sanggupi buat ngutak atik bareng server sebuah media di Jakarta. Hal yang saya sanggupi tepat beberapa saat sebelum pandangan saya mulai menggelap itu. Maap ya koh 😆

Ah iya, buat sesiapapun yang merasa berkepentingan sama saya, mohon maap banget yah, “toko” dibuka lagi besok siang.  Sa masih pengen leren, baik hati, pikiran maupun badan.

Enam belas, dan kini tujuh belas. Mungkin bagi banyak mereka hanyalah sebuah angka biasa. Tapi bagiku, angka yang sungguh membuat bahagia.

Baik-baik kau di surga (:

Berminggu Minggu Kemudian

Berminggu minggu kemudian, setelah saya tidak bekerja lagi, apa yang terjadi? Semacam, otak mulai berkarat karena jarang dipakai, dan hati mulai habis untuk menanti. Sementara masih banyak hari menanti untuk dilalui.

5W + 1H

Jangan tanya kenapa bisa dan sampai begini, saya sendiri pun bingung kenapa. Apalagi untuk kembali menceritakannya. Yang jelas, banyak pelajaran yang saya bisa ambil. Meskipun dengan cara yang sungguh nampol.

Feel left and betrayed? Somehow. But the show must go on kan yah? Jadi yang bisa dilakukan sekarang ya tinggal berusaha sebaik mungkin buat berusaha lagi dengan sebaik baiknya.

Dark Days Ahead?

Frankly speaking, I don’t know. What’s certain in my life so far is just yet another uncertainty. Penuh kejutan, dan bagi beberapa orang dianggap penuh petualangan. Ha petualangan mbahmu salto!

But friends, please bear with me, gimme your prayer if you don’t mind. Dan semoga semesta mengamini.

Hari Ini, 15 Tahun Lalu.

Hari ini, 15 tahun lalu. Mulailah pase baru yang sebelumnya benar-benar asing. Pase yang dimana ego harus dinego, dengan seseorang so called pasangan.

Saya belum tua. Dan berarti 15 tahun yang lalu, usia saya masih sangat muda. Lalu kenapa dengan usia segitu sudah mengenal yang yangan? Entahlah. Mungkin karena kahanan. Saya dan dia dituntut keadaan untuk dewasa sebelum waktunya. Atau kalau kata dia, “kita ini, dari kecil langsung dituntut jadi tua”.

Loh, kok aku dadi ngeblog? Wahihi. Ndak lah, ini bahkan ndak pantes disebut sebuah posting blog. Dan…

R. Y. How’s heaven? 🙂

Shit Happens. Oh Well…

Jadi gini, sekitar hampir dua bulan yang lalu, saya gak ngekos di tempat lama lagi dan pulang ke jogja jadi bocahe Lantip (tm kecil). Semua perpindahan itu ada beberapa hal yang ketinggalan, oke, satu atau dua hal kek rol kabel, sabun, sampo, kabel data hape dan sebagainya, dan sebagainya.

Salah satu hal yang ketinggalan adalah, kartu gsm tambahan berupa sebiji Halo Data yang belum pernah saya buka. Kartu itu saya pikir sudah terbawa dengan beberapa hal penting lain, tapi tampaknya tidak. Tidak begitu saya perhatikan waktu balik ke Jogja, toh karena itu kartu baru, dan belum pernah dibuka dan semestinya ber pin.

Beberapa hari yang lalu, saya baru sadar, kalau itu kartu ketinggalan dan gak kebawa. Karena, datang billing ke email yang lumayan bikin sesek ati.

Mantep gak tuh sob? Dan ternyata, kartu itu ketinggalan dan entah ditemu sama siapa… Dan dipake aja gitu suka-suka sampek segitu. Hadeh, yeah yeah, sekali lagi, shit happens sooob. Mau gimana lagi.

Lho bukane ada pin nya? Eng… saya baru ingat, scumbag default Telkomsel pin: 1234

Trus selanjutnya piye? Yang jelas sudah saya laporkan hilang dan sudah diblok. Selanjute? Gak tahu, saya sih gak berharap banyak sama pihak Telkomsel untuk memberi solusi yang enak buat saya. Mengingat institusi berjenis corporate itu 99,99% kaku. Sama pihak penemu? Apalagi… Ya wes, cukup berdoa saja bisa dapet duit segitu, dan dapet rejeki lebih baek kedepane. Wish me luck ya pren?

Brace yourself mid, crazy bills are coming…

Satu Tahun

Harusnya hari ini satu tahun di ibukota sih. 20 Desember tahun lalu, saya diajak buat bantu-bantu #kepalasuku di sebuah perusahaan hape.

Tapi, ternyata, gak sampe satu tahun saya bekerja di situ. Dan sekarang balik lagi ke nDesa, membantu Den Mas Lantip. Membantu apa? Anggaplah nanam jagung, dianggap begitu saja lah. Saya juga ndak keberatan kok. Hepi malah. Hihihi.

Jadi, di Jakarta, ibu kota endonesa ngapain wae? Ya banyak lah. ya ini ya itu. Ya kerja, ya magabut, ya main. Agak beribet buat diceritakan. Happy? Somewhat. Ketemu banyak orang baik, teman, keluarga, sampek tetangga di sana. Gak happynya cuma berat diongkos. :mrgreen:

Eniwei, minta doanya ya temans, semoga hidup saya tansah barokah 🙂

Sebelas

Sebelas bulan, waktu yang bisa dibilang lama, kurang sak encritan sudah bisa disebut satu tahun.

Sebelas bulan, saya melihat kumpeni tempat saya bekerja berkembang dengan lumayan.  Hampir tiap hari ada perekrutan karyawan baru di tempat saya bekerja, hingga mulai banyak orang-orang baru, yang mulai tidak kenal satu sama lain. Kumpeni yang waktu saya datang pertama kali gak begitu jauh beda dengan ruko, sekarang sudah mulai membangun gedung baru yang jauh lebih luas.

Sebelas bulan, saya numpang hidup (lagi) di Jakarta, bertemu banyak teman baru, maupun bertemu teman lama (lagi). Berbagi cerita seneng maupun susah, yang tak jarang membuat tertawa, meringis, dan kadang hampir menangis.

Matur nuwun, Jakarta! Sampeyan memang gila…

Musim Hujan

Jakarta sudah mulai musim hujan lagi, mengingatkan saya akan bermulanya salah satu potongan kehidupan saya. Kehdupan yang yah… Kek rujak lah, macem-macem, gak begitu jelas, tapi dengan adanya bumbu-bumbu yang kebetulan tepat, bisa juga dibilang cukup enak.

Saya datang ke Jakarta raya ini untuk kembali menjadi pekerja saat musim hujan, hampir setahun yang lalu. Orang ini adalah orang yang paling bertanggung jawab atas datangnya saya ke ibukota Indonesia ini (lagi).

Gak terasa, musim hujan sudah datang lagi, dan itu berarti sudah berbulan-bulan hampir setahun, saya kerja di sini. Kerja di sebuah pojok Jakarta. Yang kalau kata salah seorang teman saya, kalau dilepas disini pun dia gak bisa pulang lagi. :mrgreen:

Dan lalu, saya dipanggil pulang oleh orang ini, untuk menjadi tandem sodara beliau lagi di kota kelahiran saya.

Dan lalu, saya pun bersiap, menyiapkan hati hati dan perasaan, untuk pulang. Yang ternyata tidak mudah, mempersiapkan diri untuk meninggalkan beberapa fragmen kehidupan saya yang terlanjur terbentuk di sini.

Ah iya, saya paling gak bisa packing 😆

Apa Yang Mereka Bilang Itu Benar

Pernah gak terganggu, dengan orang yang membicarakan (seringnya) hal yang kurang baik dibelakang kita. Dibilang begini, begitu atau bagaimanalah. Mungkin sampeyan termasuk orang yang beruntung, atau mungkin memang bener-bener orang baik kalau tidak pernah.

Berbeda dengan saya, saya yakin, kalau sekali dua kali orang membicarakan saya dibelakang saya. Dan pastinya ada yang menurut common sense itu kurang baik.

Kesel, marah atau apapun, ketika orang lain berubah pandangan sehabis pembicaraan itu, wajar. Tapi balik lagi saya sadari. Seburuk apapun orang bilang tentang saya, ada sebagian yang pastinya benar. Denial adalah hal pertama yang terpikirkan oleh saya. Sekaligus, hal itu adalah hal yang paling mudah bisa saya lakukan. Tapi…

Hey, pada dasarnya mereka itu benar, hanya mungkin sedikit ditambah bumbu khas pergunjingan, sentimen dan miskomunikasi. Dan jadilah seperti apa yang mereka bilang. Dan, sekali lagi saya bilang, pada dasarnya…

Apa yang mereka bilang itu benar.

Cuma, kembali ke pilihan sampeyan, mau langsung percaya haqul yakin, atau bertanya dulu kepada saya, apa iya dan kenapa bisa begitu.

Hamid, karena batas free speech dan hate speech itu lebih tipis dari kelambu #melantip

Sandiwara Radio

Entah kenapa saya kangen dengan sandiwara radio jadul. Sandiwara jaman jaman Pedang Naga Puspa atau Nini Pelet. Agak absurd memang, tapi saya merindukan saat saat itu.

Saat saat dimana saya tidak banyak kekhawatiran kekhawatiran dan beban. Saat saya tidak bisa lagi memikirkan apa lagi yang bisa membuat saya lebih bahagia.

Dan, entah kapan lagi saya mengalami lagi perasaan-perasaan itu. Semoga saja tidak lama. Seperti kata Om Roy, semoga saja semesta lekas mendukung, dan Gusti Pangeran tinggal mengiyakan saja 🙂

Aminin dong pren!