Arsip Tag: jogja

Logo Saja Darurat

Entah kenapa makin lama Jogja semakin wagu. Semua orang makin serius. Keseriusen malah. Bayangpun, logo saja jadi dibikin darurat. Ah keseriusen!

Bicara soal hasilnya? Saya setuju sama temen saya Baba Iqbal Khan. Semacam… Mbladhus! :mrgreen:

Jakarta: Sebuah Teaser?

Belum lama ini, saya berkesempatan mengunjungi ibu kota. Di episode terakhir yang tidak lama itu, agak berbeda dengan biasanya. Kali ini saya datang untuk “bekerja”. Bukan urusan lain-lainnya. Hhe…

image

Pemandangan itulah kira-kira yang saya lihat dalam beberapa hari saya di Ibukota. Apa yang saya lakukan selama saya disitu? Ya ini, ya itu, macem-macem. Tapi yang jelas, bukan hal-hal penting. Hanya hal-hal kecil saja, kasih semangat ke orang-orang lain yang bekerja lebih serius dari saya misalnya.

Kerjaan yang gak seberapa lama ini mungkin menjadi teaser untuk saya kembali ke ibukota.

Lho? Kembali? Mungkin. Bisa ya, bisa tidak. Saya sangat cinta Jogja, dengan monarki dan kenyamanan hidupnya. Saya pengen banget untuk membangunnya, membuat semacam iklim yang asik di sana.

Saya cinta teman-teman saya. Saya telah memulai beberapa hal, mencoba dan kembali mencoba. Tapi terkadang, jenuh dan jengah menghampiri saya, melihat kenyataan, kalau Jogja terutama sirkel saya, jauh dari harapan saya.

Lalu akankah saya menyerah begitu saja dan kembali (lagi) ke ibukota? Bisa jadi, kita lihat saja nanti.

Hamid, yang menulis sambil geleng-geleng kepala karena Jogja agak sedikit berbeda dengan bayangan di kepalanya.

Jogja, Kaefsi, Dan Inflasi

Saya tinggal di Jogja buat waktu yang lumayan lama, mulai dari Kotamadya nya yang sekarang berubah jadi Kota yang sudah kehilangan embel-embel madyanya. Mulai dari nyaman bersepeda atau bermotoran di jalan, sampe sekarang, yah begitulah.

Sepertinya belum lama saya melihat rombongan pesepeda dari Bantul menuju Kota Jogja di pagi hari, dan sebaliknya di sore hari. Belum lama juga, saya diajak ibuk buat nyoba bis kota jalur 11 yang lewat depan rumah lama kami dulu, hanya untuk jalan-jalan dan kembali ke tempat yang sama. Sepertinya, belum lama juga saya nggumun –heran– dengan moda transportasi bernama taksi. Yang menggunakan mobil Ford Laser, mobil yang sungguh wow kala itu. Ademp! Ada AC nya! Ndak kayak Fiat 1100D punya bapak saya itu. Yang meskipun ada AC nya, tapi kependekan dari Angin Cendela.

Sepertinya belum lama juga, saya berada di kota yang adem. Tidak sepanas ini. Jalan-jalan masih terasa lebar. Dan kota ini sungguh mahsyur dengan biaya hidup rendah. Kebanyakan orang tidak bisa menjadi kaya di kota ini. Meskipun tidak perlu keluar uang banyak untuk sebuah apa yang disebut hidup layak.

KFC, adalah restoran ayam goreng yang sungguh mewah. Prestis. Makhal. Setidaknya bagi ukuran saya dan keluarga saya. Makan di tempat ini bisa jadi tiga atau empat kali lebih makhal dari makan di tempat biasa. Lanjutkan membaca Jogja, Kaefsi, Dan Inflasi